Sabtu, 26 November 2011

Cerpen Sahabat Sejati

Hari ini tepatnya hari minggu, aku akan pergi jalan-jalan dengan sahabatku, Ifa. Dia teman satu kampus, satu jurusan dan satu kelas. Kami berdua sangat cocok, sehingga kami juga punya minat yang sama, yaitu bergabung dengan UKM music di kampus. Hobi kami sama, mendengarkan music dan bernyanyi, dan kami mencoba mengasah bakat yang kami punya melalui UKM ini.
“dadar guling….!” Begitulah Ifa memanggilku, karena namaku Dara, dia seenaknya memanggil namaku.

“ada apa Geje…!” karena kalau dia bicara jawa sangat fasih aku memanggilnya GJ atau gadis desa.

“kamu masih ingat dengan teman lamaku yang pernah aku ceritakan, Arif…?” Tanya Ifa kepadaku.

“emm, yang suka kamu bilang kaya Hengki Kurniawan kan…?” Jawabku sambil mataku menerawang ke atas.

“yup betul banget, nanti dia mau ke sini, ke kost kita” kata Ifa dan kelihatannya dia senang sekali.

“ oh ya, kamu senang donk”

“ iya Ra, nanti aku kenalin kamu sama dia”

“oke…!”

Beberapa jam kemudian Arif teman Ifa datang, akupun dikenalkan kepada Arif. Sekilas memang wajahnya mirip Hengki Kurniawan. Cowok itu tidak begitu tinggi, kulitnya hitam manis, lumayan cakep juga, apalagi dengan dia mengendarai motor kerennya.

“ini yang namanya dara, imut juga ternyata, Ifa sering lho cerita tentang kamu” kata Arif saat kami berjabatan tangan.

“oh gitu ya” ujarku

Aku, Ifa dan Arif berbincang-bincang lama di teras depan kos. Akupun merasa cocok bila berbicara dengan Arif, jarang-jarang aku bisa akrab dengan orang yang baru saja aku kenal terlebih seorang cowok. Tak berapa lama Arif pun pamit pulang karena masih ada urusan lain.

Ifa pernah bercerita kalau Arif pernah patah hati gara-gara ceweknya memilih cowok lain, padahal mereka sudah menjalin hubungan selama empat tahun, sehingga dia memerlukan teman untuk menumpahkan semua isi hatinya dan berusaha untuk mengobati luka hatinya. Aku merasa simpati dengan keadaan Arif.

* * * * * * * * * * * * * * *

Sejak perkenalan aku dan Arif, kami jadi akrab, kami sering sms dan terkadang telefon. Setelah beberapa minggu kami akrab, aku merasa Arif ini tidak percaya diri dan sering minder,terkadang bila diajak Ifa bertemu dengan teman-teman kampus dia enggan. Padahal untuk cowok cakep seperti dia, pasti banyak yang mau berteman dengan dia.

Bertambah hari aku semakin akrab dengan Arif dan akupun merasa senang. Namun, semenjak aku dekat dengan Arif, Ifa jadi berubah. Aku tahu kalau Ifa menyukai Arif dari awal mereka bertemu, tapi apa salahnya bila aku akrab sama Arif. Seringkali saat aku dan Ifa bertemu arif, dan Arif lebih memperhatikan aku, Ifa kelihatan jengkel dan akhirnya dia tidak mau bicara denganku selama beberapa hari.

“Geje, kamu kenapa, kamu sakit atau kamu marah sama aku?” tanyaku saat setelah kami bertemu dengan Arif.

“tidak, ngapain aku harus marah sama kamu” jawab Ifa ketus tanpa melihat wajahku.

“ya udah kalau gitu, aku ke kamarku dulu ya…” kataku sambil keluar dari kamar Ifa.

Aku jadi merasa bersalah pada Ifa, banyak teman-teman yang bilang kalau Arif itu sukanya sama Ifa, tapi Arif tidak mau mengakuinya. Karena dulu mereka sangat akrab, sebelum dia mengenalkannya padaku dan teman yang lain. Aku mencoba bertanya pada teman sekamarku, Nay, yang juga teman Arif.

“dia itu cemburu sama kamu Dara, begitulah yang Lisa katakana kepadaku kemarin” jelas Nay

“tapi kan aku dan Arif tidak ada apa-apa, aku akrab dengannya layaknya aku akrab dengan teman cowokku yang lain” aku mencoba untuk membela diri.

“iya, itu kan menurut kamu tapi kalau Ifa. Tapi aku setuju sama kamu, toh kita semua menganggap Arif hanya sebagai teman saja” kata Nay dengan tegas.

“aku jadi serba salah, menjauhi Arif, nanti Arif ngambek, ngedeketin Arif, Ifa yang cemburu” ujarku smbil geleng-geleng kepala.

“udahlah yang penting kamu kan tidak menyukai Arif, tapi Ra, aku merasa Arif itu suka sama kamu” kata Nay sambil memandangku yang sedang bingung.

Mendengar kata-kata aku jadi tambah takut kalau-kalau Ifa marah-marah. Biarlah berjalan apa adanya, aku tidak akan menjauhi Arif dan aku akan menjaga perasaan Ifa. Namun, aku tidak menyangkal kalau dalam hatiku aku sedikit tertarik pada Arif. Cowok yang baik hati, santun, ramah, dan tidak sombong itu membuatku terpesona.

* * * * * * * * * * * * * * *

Sebagai teman aku ingin melihat Arif bisa menemukan rasa percaya dirinya kembali, memang perlu waktu, dan itu tidak mudah baginya, setelah luka yang telah ada dalam hatinya. Dia merasa dipermainkan dan tidak dihargai dengan apa yang telah dia korbankan selama ini terhadap ceweknya. Sehingga dia menemukan orang yang bisa mengerti keadaannya, yaitu Ifa.

Suatu hari Arif berkata kepadaku kalau Ifa sekarang jadi aneh sehingga dia malas untuk bertemu dengan Ifa. Dia merasa ada yang aneh dengan sikap Ifa, ada yang disembunyikan. Arif juga merasa ada maksud sesuatu dibalik kebaikan Ifa. Aku berusaha untuk melarangnya supaya dia tidak menghindari Ifa, tapi laranganku tidak digubrisnya. Aku jadi tambah bersalah kepada Ifa, karena ada aku dia jadi jauh dengan Arif. Dan aku tak tahu apa yang harus aku lakukan.

Semenjak Arif merasa seperti itu, dia mencoba untuk jarang bertemu denganku dan Ifa untuk menjaga perasaan Ifa. Namun, aku dan Arif tetap saling berhubungan melalui telefon. Arif tidak pernah menanyakan bagaimana kabar Ifa. Terkadang bila aku sedang telefon Arif aku harus pergi menjauh dari Ifa. Aku jadi semakin merasa bersalah dengan apa yang aku lakukan, serasa aku menusuk temanku dari belakang. Tapi aku juga tidak bisa menghindari Arif. Sampai suatu hari Arif menyatakan perasaanya kepadaku.

“kenapa kau mengatakan itu kepadaku” kataku sewaktu aku dan Arif bertemu.

“memangnya kenapa, ada yang salah?” dia mencoba mencari penjelasan.

“kamu tahu apa yang akan terjadi bila kita jadian?”

“iya aku tahu, aku hanya ingin mengutarakan apa yang aku rasakan saja kepadamu” Arif mencoba ngeles.

“o…gitu ya, berarti kita nggak harus jadian kan?”

“ emm, berarti kamu juga suka ya sama aku” kata Arif menggodaku

Aku jadi salah tingkah mendengar ucapan Arif, memang aku sudah suka sama dia sejak kami akrab. Aku hanya diam tak bicara.

“aku tahu ini berat buat kamu, tapi aku sama sekali tidak menyukai Ifa,dan aku tidak peduli itu. Apakah kita harus mengorbankan perasaan kita demi dia?”

Aku hanya diam dan tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya aku pulang tanpa memutuskan apa-apa. Yang ada dalam fikiranku hanya perasaan bersalah terhadap Ifa. Dalam fikiranku juga merasa kalau Arif tidak sungguh-sungguh dengan persaannya, karna aku tahu betapa dia masih trauma dengan apa yang terjadi dengannya.

* * * * * * * * * * * * * * *

Saat yang aku takutkanpun tiba, Ifa tahu hubungan aku dan Arif seperti apa, aku memutuskan untuk jadian dengan Arif tanpa sepengatuhan Ifa. Dan Ifa tahu setelah aku mengajak Arif nonton konser dan dia melihatnya. Sampai Ifa menjadi tidak mau makan dan sakit, dan itu karena Arif menghindarinya dan lebih dekat dengan aku. Dalam keadaan sakit Ifa mencoba menghubungi Arif untuk menemuinya, tapi Arif tidak mau menanggapinya. Aku berusaha menyuruhnya untuk menemui Ifa, tapi tetap tidak mau. Aku merasa Arif sangat egois, hanya untuk bertemu sekali saja dia tidak mau. Sejak saat itu Ifa sangat membenciku dan tidak mau bicara denganku lagi.

Akhirnya aku menemui Arif untuk membicarakan ini semua, mengajaknya bertemu di taman dekat kos.

“sebaiknya kita tidak perlu berhubungan lagi, karena ini adalah yang terbaik baik kita” kataku padanya.

“oh ya, apa ini yang terbaik, tidak bisakah kita cari jalan lain selain berpisah?” kata-kata Arif sangat kecewa.

“maafkan aku, aku tidak bisa melihat sahabatku sakit gara-gara aku, apa kata orang-orang nanti”

“oke bila memang ini jalannya aku akan melakukannya, aku juga tidak mengerti mengapa Ifa tidak mau menerima kenyataan ini”

“dia itu sangat terobsesi sama kau Rif, aku juga baru kali ini menemukan orang seperti itu”

“aku tidak tahu bagaimana jalan fikirannya, padahal aku sudah cukup lama mengenalnya” kata Arif sambil mengambil nafas panjang.

“jangankan kamu, aku yang sama-sama perempuan saja tidak mengerti”. tambahku

Akhirnya kami dengan berat hati mengakhiri hubungan kami, tapi kami tetap berhubungan melalui ponsel, walaupun kami tidak akan bertemu lagi. Sebenanarnya ini berat untukku, aku begitu menyukai Arif yang baik hati. Arif juga merasa ini berat, namun sebelum kami terlanjur jauh lebih baik seperti ini, daripada ada yang tersakiti. Terlebih menyakiti sahabat sendiri. Ini semua demi Ifa, aku tidak mau menyakiti hati Ifa hanya karena cowok, persahabatan itu lebih penting dari apapun.